Uncategorized

Dua Tersangka Ditetapkan dalam Kasus Obstruction of Justice Terkait Proyek Jaringan Informasi Desa di Muba

16
×

Dua Tersangka Ditetapkan dalam Kasus Obstruction of Justice Terkait Proyek Jaringan Informasi Desa di Muba

Sebarkan artikel ini

Palembang, 2 Juni 2025 – buserpos9.id / Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan kembali menunjukkan komitmennya dalam penegakan hukum, kali ini dengan menetapkan dua orang tersangka dalam kasus obstruction of justice yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi proyek pembuatan dan pengelolaan jaringan/instalasi komunikasi dan informasi lokal desa pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) tahun anggaran 2019–2023.

Dalam konferensi pers yang digelar Senin (2/6), Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, S.H., M.H., mengungkapkan bahwa kedua tersangka tersebut masing-masing berinisial MO, seorang penasihat hukum, dan MH, Kepala Seksi Program Pembangunan Ekonomi Desa pada Dinas PMD Kabupaten Muba.

Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan hasil penyidikan oleh Tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Sumsel yang telah mengantongi cukup bukti sesuai Pasal 184 ayat (1) KUHAP. MO ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Penetapan Nomor: TAP-12/L.6.5/Fd.1/06/2025, sementara MH ditetapkan melalui Surat Penetapan Nomor: TAP-13/L.6.5/Fd.1/06/2025, keduanya tertanggal 2 Juni 2025.

“MO dan MH sebelumnya telah diperiksa sebagai saksi. Namun berdasarkan alat bukti yang terkumpul, keduanya diduga kuat terlibat dalam upaya menghalang-halangi proses hukum, sehingga status mereka ditingkatkan menjadi tersangka,” ujar Vanny.

Kejaksaan pun telah melakukan penahanan terhadap MO selama 20 hari ke depan di Rutan Kelas I Palembang, terhitung sejak 2 Juni hingga 21 Juni 2025. Sementara MH menjalani penahanan dalam perkara lain yang sedang berjalan.

Tindakan kedua tersangka tersebut diduga melanggar dua pasal penting dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu:

1. Pasal 21 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yang mengatur tentang perbuatan menghalangi atau merintangi secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa dalam perkara korupsi.

2. Pasal 22 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, tentang memberikan keterangan palsu atau tidak benar dalam proses hukum terkait tindak pidana korupsi.

Lebih lanjut, modus operandi yang dijalankan oleh kedua tersangka terbilang serius. MO dan MH diduga secara sengaja menyusun skenario untuk mengarahkan dua orang lain, RD dan MA, agar memberikan keterangan palsu dalam proses penyidikan kasus korupsi proyek jaringan informasi desa tersebut. Tujuan dari skenario tersebut adalah agar fakta sebenarnya tidak terungkap dalam penyidikan.

“Ini merupakan bentuk obstruction of justice yang sistematis dan terencana, dan tentunya menghambat upaya penegakan hukum,” tambah Vanny.

Hingga saat ini, tim penyidik telah memeriksa 12 orang saksi dalam rangka mengungkap perkara utama dugaan korupsi proyek senilai miliaran rupiah yang digarap dalam rentang waktu 2019 hingga 2023 tersebut.

Kejati Sumsel menegaskan bahwa penanganan perkara ini akan terus dilanjutkan secara profesional dan transparan. Masyarakat diimbau untuk turut mengawasi dan memberikan dukungan terhadap proses hukum yang sedang berjalan. (Firdaus)