Palembang – buserpos9.id / 15 Maret 2025. Menteri Agama RI, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA, dalam rapat dengan DPR RI menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi pendidikan madrasah di Indonesia yang masih jauh tertinggal dibandingkan sekolah negeri. Dalam rapat yang berlangsung di hadapan anggota Komisi VIII DPR RI, Menteri Agama menyoroti ketimpangan fasilitas, gaji guru, hingga anggaran yang diterima oleh madrasah dibandingkan sekolah umum.
“Ya, saya agak emosional di sini. 42.000 pondok pesantren dibawa Kementerian Agama. Yang mengelola berapa madrasah kita semuanya itu? Ya, sekitar 20.000 lebih madrasah. 90% sekolah Kementerian Agama itu adalah swasta,” ujar Nasaruddin Umar.
Ia menggambarkan situasi kontras antara sekolah negeri dan madrasah yang kerap berada di lokasi yang berdekatan. Sekolah negeri mendapatkan dukungan penuh dari negara, mulai dari pembelian tanah, pembangunan gedung, pengangkatan guru sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), hingga fasilitas perpustakaan dan laboratorium yang memadai.
Sebaliknya, banyak madrasah harus bertahan dengan fasilitas minim. Tidak jarang, madrasah hanya menempel di dinding masjid, dengan guru-guru yang mengajar secara sukarela atau dengan honor yang sangat kecil. Menteri Agama mengungkapkan bahwa guru madrasah bantu hanya menerima gaji Rp100.000 per bulan, jauh dibandingkan guru sekolah negeri yang menerima Rp4,5 juta per bulan.
“Yang gaji Rp100.000 enggak pernah demo. Dengan tekun mereka mengajar anak itu. Perpustakaannya enggak ada. Laboratoriumnya enggak ada. Klinik servisnya apalagi. Sama-sama anak bangsa, tapi diperlakukan berbeda,” tegasnya.
Menteri Agama menyoroti bahwa kondisi ini tidak adil, mengingat santri dan keluarganya juga memiliki jasa besar bagi bangsa dan negara. Bahkan, menurutnya, nenek moyang para santri lebih banyak yang terbaring di Taman Makam Pahlawan dibandingkan mereka yang bersekolah di sekolah negeri.
Selain itu, Nasaruddin Umar menolak adanya pemotongan anggaran pendidikan madrasah sebesar Rp12 triliun. Ia justru meminta agar anggaran yang ada saat ini ditambah untuk memberikan subsidi lebih besar bagi madrasah dan pondok pesantren.
“Jangan ada penzaliman sesama anak bangsa. Kami mohon kepada Komisi VIII, melalui fraksi-fraksi yang ada, agar ada perbaikan undang-undang supaya siswa-siswa madrasah ini mendapatkan perlakuan yang lebih adil di negeri sendiri,” pintanya.
Pernyataan Menteri Agama ini mendapatkan respons beragam dari anggota DPR RI. Sebagian besar menyatakan dukungan terhadap peningkatan anggaran untuk madrasah, sementara beberapa anggota menekankan perlunya kajian lebih lanjut terkait distribusi anggaran pendidikan nasional.
Dengan sorotan ini, diharapkan ada perhatian lebih besar terhadap pendidikan berbasis keagamaan di Indonesia, sehingga tidak lagi terjadi kesenjangan antara madrasah dan sekolah negeri dalam hal fasilitas, kesejahteraan guru, maupun akses terhadap sumber daya pendidikan. (FIRDAUS)